MAKALAH KESEHATAN
LINGKUNGAN
GANGGUAN KESEHATAN AKIBAT KEMASAN PANGAN
BERBAHAN MELAMIN
Oleh:
Saifuddin / 10304241016
Sulistiyaningsih / 12304241008
Velia
Dinan Q. / 12304241012
Nurul
Amalia / 12304241017
Ika
Feby Putriana / 12304241018
JURUSAN
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Di awal tahun 2007, dunia dikejutkan dengan matinya sekitar
1500 ekor anjing dan kucing di Amerika dan di China. Berdasarkan hasil
penyelidikan FDA (BP-POM-nya Amerika), diketahui terdapat kandungan melamin
pada makanan kaleng anjing buatan China. Selain itu, pada musim panas 2008,
dunia kembali digemparkan dengan berita kematian dan keracunan, yang kali ini
dialami bayi-bayi di China setelah mengkonsumsi susu bubuk. Berdasarkan laporan
pers China, dilaporkan 6 bayi meninggal dan 53,000 bayi mengalami keracunan
akibat gagal ginjal akut.
Melamin
dengan nama kimia ‘Melamina’ adalah senyawa dengan rumus kimia C3 H6
N6 dan memiliki nama 1,3,5-triazina-2,4,6- triamina. Ia hanya
sedikit larut dalam air. Kebanyakan berbentuk kristal putih atau tepung putih
yang kaya nitrogen(1,6). Melamina adalah trimer dari sianamida, dan seperti sianamida, ia mengandung 66% nitrogen
(berdasarkan massa). Ia merupakan metabolit dari siromazina, sejenis pestisida.
Berdasarkan penelitian Nisma, dkk (2010), suhuyang tinggi pada wadah yang
berbahan melamin akan menyebabkan depolimerasi
melamin menjadi formaldehid yang
berbahaya bagi tubuh.
Dewasa
ini, banyak sekali kemasan pangan berbahan melamin yang terdapat di sekitar
kita. Hal tersebutdikarena wadah atau barang yang berbahan melamin, sangat
mudah dijumpai baik di pasar modern seperti mall dan swalayan maupun di
pasar-pasar tradisional. Melamin mempunyai banyak keunggulan, antara lain,
murah, design warna yang beragam dan menarik, kuat, ringan, tidak mudah pecah,
dan awet.
Tanpa
disadari ternyata kita sering memakai barang-barang yang megandung melamin.
Dengan segala kelebihan melamin, tak heran kalau sebagian orang tidak menyadai
bahwa melamin menyimpan potensi membahayakan bagi kesehatan manusia baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Menurut pengajar FMIPA ITB Bambang A, Ph.D, M.Sc,
melamin berpotensi menghasilkan monomer beracun yang disebut formaldehide (formalin) yang akan
menyebabkan gangguan bila monomer ini masuk ke tubuh.Oleh karena itu dalam
makalah ini akan dibahas mengenai gejala dan dampak yang ditimbulkan akibat
penggunaan produk/ kemasan pangan yang berbahan melamin.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
saja gejala kesehatan yang ditimbulkan akibat penggunaan kemasan pangan
berbahan melamin?
2. Apakah
dampak jangka pendek dan jangka panjang kemasan melamin bagi kesehatan?
3. Bagaimana
cara meminimalisirdampak penggunaankemasan berbahan melamin?
C.
TUJUAN
1.
Tujuan
Umum
Menambah wawasan
tentang dampak melamin bagi kesehatan
2.
Tujuan
Khusus
a. Mengetahui
gejala kesehatan yang diditimbulkan akibat penggunaan kemasan pangan berbahan
melamin
b. Mengetahui
dampak jangka pendek dan jangka panjang kemasan makanan berbahan melamin bagi
kesehatan.
c. Mengetahui
cara meminimalisir dampak penggunaan kemasan berbahan melamin
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Melamin
Melamin merupakan suatu senyawa organik
dengan rumus kimia C3H6O6. Nama lainnya secara
IUPAC adalah 1,3,5-triazine-2,4,6-triamin (CAS#108-78-1), memiliki massa
molekul sekitar 126 g/mol, bentuknya serbuk kristal putih, dan hanya sedikit
larut dalam air. Melamin memiliki kandungan nitrogen sekitar 66% (Jonathan et al, 2008).
Melamin adalah senyawa organik yang
sering dikombinasikan dengan formaldehide untuk menghasilkan resin melamin,
yakni suatu polimer sintetik dimana memilki sifat tahan api dan panas. Resin
melamin merupakan bahan yang sangat multiguna dengan struktur yang sangat
stabil. Melamin mempunyai bentuk lain sebagai senyawa hasil hidrolisis dari
melamin asam sianinat (cyanuric acid) (Jonathan et al, 2008). Resin melamin
dibuat dengan mengkombinasikan urea dengan formaldehida dibawah panas dan
tekanan. Zat-zat tersebut akan mulai terpolimerasi dan terbawa ke dalam suatu
cetakan yang akan menghasilkan bentuk sesuai keinginan dalam tekanan, melamin
melepaskan air yang dapat membuat plastik menjadi tidak stabil. Jika terkena
panas yang cukup, maka melamin akan meleleh. Untuk alasan inilah pencucian
melamin disarankan jangan terkena panas tinggi yang dapat berasal dari oven dan
microwave (Sherri, 2008 dalam Mangisi, 2009).
Melamin berbahaya jika terminum, terhirup
atau terserap melalui kulit. Paparan secara kronis dapat menyebabkan efek
kanker dan kerusakan sistem reproduksi. Para ahli FDA (Food Drug
Administration) menjelaskan ketika melamin terserap dalam darah, maka akan
terkonsentrasi dan berinteraksi di dalam saluran kelenjar ginjal saat pengisian
urin, lalu akan mengkristal berupa kristal kuning dimana memblok dan merusak
sel kelenjar ginjal yang akhirnya menutup saluran ginjal sehingga menyebabkan
malfungsi ginjal (WHO/FAO, 2008).
Dikutip oleh Bidang Informasi Keracunan
(2013), masuknya melamin pada pangan, selain dikarenakan faktor kesengajaan
juga dapat disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan. Penggunakan melamin untuk
kemasan pangan yang kontak langsung dengan pangan dapat menyebabkan
bermigrasinya melamin pada pangan. Beberapa negara telah menetapkan batas
maksimum kandungan melamin pada pangan terkait migrasi kemasan pangan yang
terbuat dari melamin ke dalam pangan. Batas migrasi melamin yang ditetapkan
oleh negara-negara di Eropa untuk kemasan pangan yang kontak langsung dengan
pangan adalah 30 mg/kg pangan.
Menurut pengajar pada Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (ITB), Bambang Ariwahjoedi PhD, M.Sc, melamin
berpotensi menghasilkan monomer beracun yang disebut formaldehid (formalin).
Selain berfungsi sebagai bahan pengawet, formaldehid juga digunakan untuk bahan
baku melamin. Menurut Ariwahjoedi, melamin merupakan suatu polimer, yaitu hasil
persenyawaan kimia (polimerisasi) antara monomer formaldehid dan fenol. Apabila
kedua monomer itu bergabung, maka sifat toxic dari formaldehid akan hilang
karena telah terlebur menjadi satu senyawa, yakni melamin. Formaldehid dalam
senyawa melamin dapat muncul kembali karena adanya perisiwa yang dinamakan
depolimerisasi (degradasi). Dalam peristiwa itu partikel-partikel formaldehid
kembali muncul sebagai monomer dan otomatis menghasilkan racun.
Permasalahannya,
dalam polimerisasi yang kurang sempurna dapat terjadi residu, yaitu sisa
monomer formaldehid atau fenol yang tidak bersenyawa sehingga terjebak di dalam
materi melamin. Sisa monomer formaldehid inilah yang berbahaya bagi kesehatan
apabila masuk dalam tubuh manusia. Dalam system produksi melamin yang tidak
terkontrol, bahan formaldehid yang digunakan cenderung tidak sebanding dengan
jumlah fenol, maka kerap terjadi residu. Ini bukan berarti proses produksi yang
sudah menerapkan well controlled dan
tidak menghasilkan residu terbebas dari potensi mengeluarkan racun.
2.
Faktor-Faktor
yang Menyebabkan Kontaminasi Melamin dalam Pangan
Orang
banyak yang memakai barang-barang berbahan plastik untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk
tempat makan maupun tempat minum, baik itu panas maupun dingin padahal pada
barang-barang plastik kadang berbahan dasar melamin. Menurut penelitian Nisma,
dkk (2010) bahan dasar melamin tidaklah berbahaya tetapi apabila terjadi
depolimerisasi melamin menjadi formaldehid yang akan membahayakan tubuh hal ini
dapat disebabkan paparan panas, sinar ultraviolet, gesekan dan tergerusnya
permukaan melamin hingga partikel formaldehid terlepas.
Suhu
yang tinggi dapat menyebabkan depolimerisasi melamin menjadi formaldehid. Hal
ini diperjelas oleh penelitian Nisma, dkk (2010) yang melakukan percobaan
merendam mangkuk berbahan dasar melamin dengan suhu tertentu. Sampel uji yang
digunakan dalam penelitian adalah mangkok melaminyang dibeli di pasar Senen,
Jakarta Pusat. Mangkok melamin yang dibeli tediri dari 3 merek dan berdasarkan
merek tersebut analisa formalin pada mangkok melamin dikelompokkan. Adapun
hasil pengukuran kadar formaldehid pada perendaman mangkok melamin utuh dengan
air panas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar
Formaldehid pada Melamin Utuh
dengan Air Panas Mendidih.
Jika
dilihat dari tabel di atas didapatkan bahwa semua sampel yang diperiksa
memiliki kadar formaldehid yang bervariasi. Kadar formaldehida pada mangkuk
bentuk utuh yang paling besar terdapat pada sampel C, dan kadar formaldehida
yang paling kecil terdapat pada sampel B. Semua sampel melebihi kadar yang
diperbolehkan yaitu 30 mg/Kg makanan.
Berdasarkan
data penelitian Nisma, dkk (2010) didapatkan informasi bahwa suhu air
perendaman sangat mempengaruhi pelepasan formaldehida yang tidak
terpolimerisasidalam mangkok melamin dimana semakin tinggi suhu air rendaman
makaakan semakin tinggi pula pelepasan formaldehida dari sampel dan semakinlama
sampel direndam dengan air panas, maka akan semakin besar pula formaldehid yang
terlepas Hasil yang diperoleh dari beberapa perlakuan adalah perlakuan dengan
perendaman dengan air panas (mendidih) diperoleh penurunan kadar paling tinggi,
maka dapat dikatakan perolehan penurunan kadar formalin adalah perendaman
contoh dengan air panas (mendidih) selama 60 menit. Ini mungkin terjadi karena
sifat formalin yang mempunyai titik didih 96°C dan akibat polimerisasi yang
kurang sempurna antara melamin dan formaldehida dapat menyebabkan adanya residu
formaldehida. Selain itu, formaldehidadalam peralatan makan maupun peralatan
minum yang tebuat dari bahan melamin dapat kembali muncul karena depolimerisasi
yang bisa disebabkan oleh panas dan sinar ultraviolet.
Selain
suhu gesekan pada permukaan produk yang berbahan dasar melamin juga akan
melepaskan partikel formaldehid. Hal ini juga diperjelas dengan penelitian
Nisma, dkk (2010) yang melakukan percobaan dengan menguji mangkuk yang digores
sehingga ada serbuk yang digunakan untuk uji kandungan formaldehid. Adapun hasil
pengukuran kadar formaldehid pada mangkuk melamin serbuk dengan air panas
mendidih dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel
2. Kadar Formaldehide pada mangkuk melaamin serbuk dengan air panass mendidih
Berdasarkan
tabel di atas dalam bentuk serbuk, dapat dikatakan bahwa kadar formaldehida
terbesar terdapat pada sampel C, dan kadar terkecil terdapat pada sampel A.
Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa melamin dalam bentuk serbuk lebih
banyak melepaskan kandungan formaldehida daripada dalam bentuk utuh, hal ini
menyatakan bahwa menghaluskan atau menyerbukkan mangkok melamin akan mematahkan
atau dapat memutuskan ikatan depolimerisasi formaldehid dengan fenol dalam
melamin. Sehingga wadah makanan atau minuman berbahan melamin yang tergores
atau pecah permukaannya akan membebaskan formaldehid lebih banyak, sehingga
kita harus berhati-hati dalam menggunakan wadah berbahan melamin dan kalau bisa
tidak digunakan untuk menaruh atau menyimpan makanan dalam keadaan panas,
karena formaldehid yang dibebaskan akan masuk kemakanan yang akan dapat
membahayakan kesehatan.
Badan POM RI melakukan penelitian dengan sampling peralatan makan
“melamin” di sejumlah pasar grosir dan pasar modern/mal di DKI Jakarta.
Peralatan makan yang disampling terdiri dari gelas, mangkok, piring, dan
sendok. Berdasarkan pengujian laboratorium ditemukan setengahnya (30 dari 62)
sampel peralatan makan “melamin”yang melepaskan formaldehid.
Diagram 1. Hasil Pengujian Sampel Peralatan Makanan
Lepasnya formaldehid dari ikatan dengan melamin maupun urea dapat
terjadi karena terpapar sinar matahari atau cahaya UV maupun akibat gesekan
pada permukaan peralatan makan “melamin” (Direktorat Pengawasan Produk dan
Bahan Berbahaya Badan POM RI, 2009).
3.
Dampak
Kontaminasi Melamin bagi Kesehatan Manusia
Sebagian masyarakat yang sudah
mengetahui cara penggunaan kemasan atau peralatan makan melamin yang benar
yaitu tidak meletakkannya dalam oven atau microwave, tidak digunakan untuk
menyajikan makanan atau minuman panas dan asam. Akan tetapi itu hanya dilakukan
oleh sebagian kecil masyarakat saja. Sebagian besar masyarakat lainnya tidak
sadar akan hal tersebut, sehingga tanpa diketahui sejak dini muncul efek
paparan bahan melamin yang sudah akut yaitu terjadinya gangguan kesehatan
kronis, seperti gangguan fungsi ginjal, kanker, dan lain-lain. Oleh karena itu efek jangka pendek seringkali
tidak diketahui oleh masyarakat. Efek samping baru terlihat setelah jangka
panjang dan berulang karena akumulasi dalam tubuh.
Gejala yang diamati akibat kontaminasi
melamin yaitu terdapat darah di urine,
produksi urine yang sedikit, atau sama sekali tidak dihasilkan, tanda-tanda
infeksi ginjal, dan tekanan darah tinggi. Melamin memang tidak dapat
dimetabolisme oleh tubuh. Asupan melamin murni yang tinggi, mengakibatkan
inflamasi kandung kemih dan pembentukan batu kandung kemih.
Sedangkan apabila residu yang tertumpuk
dalam tubuh manusia tersebut merupakan residu formaldehide maka efek yang dapat
langsung terlihat dalam jangka waktu pendek yaitu gejala awal berupa
reaksi-reaksi alergi, mual, muntah, sakit perut, pusing, mata kemerahan dan
mata berair, dan timbul rasa terbakar. Hal ini dikarenakan sifat korosif
formaldehide terhadap mukosa saluran cerna lambung. (Widyaningsih, 2006).
Jika kandungan dalam tubuh tinggi,
formaldehide akan bereaksi dengan semua zat di dalam sel sehingga akan menekan
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang mengakibatkan kerusakan pada organ
tubuh. Jika terpapar terus menerus dapat mengakibatkan kerusakan pada hati,
ginjal dan jantung, iritasi lambung, gangguan fungsi
otak dan sumsum tulang belakang, bahkan menyebabkan kanker nasofaring
Formaldehide merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan
kanker (Widodo, 2006).
4.
Cara Mencegah Keracunan Akibat Melamin
Bidang Informasi Keracunan (2013)
Pencegahan Keracunan akibat Melamin, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan untuk mencegah risiko mengalami keracunan pangan akibat
kontaminasi melamin, yaitu:
a.
Memeriksa
label produk pangan yang akan dibeli dan dikonsumsi. Jika tidak yakin
terdaftar, dapat menghubungiUnit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM
atau mengakses website Badan POM www.pom.go.id
b.
Menggunakan
kemasan pangan yang terbuat dari melamin secara bijak, misalnya dengan tidak
digunakan untuk mengemas pangan yang bersifat asam atau untuk pangan yang akan
dipanaskan.
c.
Jika akan
menggunakan melamin sebagai kemasan pangan, maka menggunakanlah melamin yang food
grade. Keamanan kemasan pangan, termasuk melamin dapat dikenali dari logo
atau tulisan yang tertera, misalnya , tulisan ‘aman untuk makanan’ atau food
safe / for food use / food grade.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan
tujuan dari makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Gejala
kesehatan yang ditimbulkan akibat penggunaan kemasan pangan berbahan melamin
adalahterdapat darah di urine, produksi urine yang sedikit, atau sama sekali
tidak dihasilkan, tanda-tanda infeksi ginjal, dan tekanan darah tinggi.
2. Dampak
jangka pendek yang dapat terjadi
reaksi-reaksi alergi, mual, muntah, sakit perut, pusing, mata kemerahan
dan mata berair, dan timbul rasa terbakar. Sedangkan dampak jangka panjangpenggunaan kemasan
melamin bagi kesehatan adalah gangguan fungsi ginjal, inflamasi kandung kemih,
pembentukan batu kandung kemih, kanker, kerusakan sistem reproduksi, iritasi lambung, gangguan fungsi otak dan sumsum tulang
belakang, bahkan menyebabkan kanker nasofaring.
3. Cara
meminimalisir dampak penggunaan kemasan berbahan melamin adalah memeriksa apakah peralatan
makan yang digunakan terdaftar atau tidak dalam BPOM, menggunakan secara bijak
yaitu pada suhu yang sesuai, menggunakan hati-hati agar tidak tergores dan
termakan, serta meggunakan produk yang food grade.
B.
SARAN
Berdasarkan
uraian di atas maka penulis dapat menyarankan antara lain:
1. Masyarakat
lebih bijak dalam memilih bahan peralatan makanan sehari-hari. Sebaiknya
memilih bahan yang lebih ramah lingkungan dan menggunakan dengan bijak juga.
2. Menggunakan peralatan makan
berbahan melamin secara bijak. Misalnya memasukkan makan pada wadah berbahan
melamin pada suhu yang sesuai atau tidak menaruhnya dalam micowave.
Bidang
Informasi Keracunan. 2013. Bahaya
Keracunan Melamin yang Terkandung dalam Pangan. Info POM-Vol. 14 No. 4
Juli-Agustus 2013
Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan POM RI.
2009. Peralatan Makan Melamin. Vol.
II. Jakarta: Badan POM RI
Jonathan,
et al. 2008. GC-MS Screen for the Presence of
Melamine, Ammeline, and Cyanuric Acid. Laboratory Information Bulletin (LIB). No. 4423. Vol. 24. U. S Food
and Drug Administration
Mangisi,
R. 2009. Optimasi dan Validasi Metode Penetapan Melamin dalam Pakan Ternak
dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). Skripsi UI. Depok: Departemen Kimia FMIPA UI
Nisma,
Fatimah, dkk. 2010. Pengaruh Suhu dan
Waktu Perendaman Terhadap Pengurangan Kadar Formaldehide dalam Wadah Peralatan
Makan melamin Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS.Jurnal. Jakarta: FMIPA
UHAMKA
Widodo,
J. 2006. Pengaruh Formalin Bagi Sistem Tubuh. Diakses pada hari Sabtu, 21 Maret
2015 pukul 8:17 WIB melalui http://www.puterakumbara.org.id
Widyaningsih,
T. D. 2006. Alternatif Pengganti Formalin
pada Produk Pangan. Surabaya: Penerbit Trubus Agrisarana
World
Health Organization. 2008. Melamine and
Cyanuric Acid: Toxicity. Preliminary Risk Assassment and Guidance on Levels
in Food
Tidak ada komentar:
Posting Komentar