Rabu, 10 Juni 2015

GANGGUAN KESEHATAN AKIBAT KEMASAN PANGAN BERBAHAN MELAMIN



MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN
GANGGUAN KESEHATAN AKIBAT KEMASAN PANGAN
BERBAHAN MELAMIN




logo-uny-hitam-putih1



Oleh:
Saifuddin              /           10304241016
Sulistiyaningsih    /           12304241008
Velia Dinan Q.     /           12304241012
Nurul Amalia        /           12304241017
Ika Feby Putriana /           12304241018





JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Di awal tahun 2007, dunia dikejutkan dengan matinya sekitar 1500 ekor anjing dan kucing di Amerika dan di China. Berdasarkan hasil penyelidikan FDA (BP-POM-nya Amerika), diketahui terdapat kandungan melamin pada makanan kaleng anjing buatan China. Selain itu, pada musim panas 2008, dunia kembali digemparkan dengan berita kematian dan keracunan, yang kali ini dialami bayi-bayi di China setelah mengkonsumsi susu bubuk. Berdasarkan laporan pers China, dilaporkan 6 bayi meninggal dan 53,000 bayi mengalami keracunan akibat gagal ginjal akut.
Melamin dengan nama kimia ‘Melamina’ adalah senyawa dengan rumus kimia C3 H6 N6 dan memiliki nama 1,3,5-triazina-2,4,6- triamina. Ia hanya sedikit larut dalam air. Kebanyakan berbentuk kristal putih atau tepung putih yang kaya nitrogen(1,6). Melamina adalah trimer dari sianamida, dan seperti sianamida, ia mengandung 66% nitrogen (berdasarkan massa). Ia merupakan metabolit dari siromazina, sejenis pestisida. Berdasarkan penelitian Nisma, dkk (2010), suhuyang tinggi pada wadah yang berbahan melamin akan menyebabkan depolimerasi melamin menjadi formaldehid yang berbahaya bagi tubuh.
Dewasa ini, banyak sekali kemasan pangan berbahan melamin yang terdapat di sekitar kita. Hal tersebutdikarena wadah atau barang yang berbahan melamin, sangat mudah dijumpai baik di pasar modern seperti mall dan swalayan maupun di pasar-pasar tradisional. Melamin mempunyai banyak keunggulan, antara lain, murah, design warna yang beragam dan menarik, kuat, ringan, tidak mudah pecah, dan awet.
Tanpa disadari ternyata kita sering memakai barang-barang yang megandung melamin. Dengan segala kelebihan melamin, tak heran kalau sebagian orang tidak menyadai bahwa melamin menyimpan potensi membahayakan bagi kesehatan manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut pengajar FMIPA ITB Bambang A, Ph.D, M.Sc, melamin berpotensi menghasilkan monomer beracun yang disebut formaldehide (formalin) yang akan menyebabkan gangguan bila monomer ini masuk ke tubuh.Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai gejala dan dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan produk/ kemasan pangan yang berbahan melamin.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja gejala kesehatan yang ditimbulkan akibat penggunaan kemasan pangan berbahan melamin?
2.      Apakah dampak jangka pendek dan jangka panjang kemasan melamin bagi kesehatan?
3.      Bagaimana cara meminimalisirdampak penggunaankemasan berbahan  melamin?

C.    TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Menambah wawasan tentang dampak melamin bagi kesehatan
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui gejala kesehatan yang diditimbulkan akibat penggunaan kemasan pangan berbahan melamin
b.      Mengetahui dampak jangka pendek dan jangka panjang kemasan makanan berbahan melamin bagi kesehatan.
c.       Mengetahui cara meminimalisir dampak penggunaan kemasan berbahan  melamin




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Melamin
Melamin merupakan suatu senyawa organik dengan rumus kimia C3H6O6. Nama lainnya secara IUPAC adalah 1,3,5-triazine-2,4,6-triamin (CAS#108-78-1), memiliki massa molekul sekitar 126 g/mol, bentuknya serbuk kristal putih, dan hanya sedikit larut dalam air. Melamin memiliki kandungan nitrogen sekitar 66% (Jonathan et al, 2008).
Melamin adalah senyawa organik yang sering dikombinasikan dengan formaldehide untuk menghasilkan resin melamin, yakni suatu polimer sintetik dimana memilki sifat tahan api dan panas. Resin melamin merupakan bahan yang sangat multiguna dengan struktur yang sangat stabil. Melamin mempunyai bentuk lain sebagai senyawa hasil hidrolisis dari melamin asam sianinat (cyanuric acid) (Jonathan et al, 2008).  Resin melamin dibuat dengan mengkombinasikan urea dengan formaldehida dibawah panas dan tekanan. Zat-zat tersebut akan mulai terpolimerasi dan terbawa ke dalam suatu cetakan yang akan menghasilkan bentuk sesuai keinginan dalam tekanan, melamin melepaskan air yang dapat membuat plastik menjadi tidak stabil. Jika terkena panas yang cukup, maka melamin akan meleleh. Untuk alasan inilah pencucian melamin disarankan jangan terkena panas tinggi yang dapat berasal dari oven dan microwave (Sherri, 2008 dalam Mangisi, 2009).
Melamin berbahaya jika terminum, terhirup atau terserap melalui kulit. Paparan secara kronis dapat menyebabkan efek kanker dan kerusakan sistem reproduksi. Para ahli FDA (Food Drug Administration) menjelaskan ketika melamin terserap dalam darah, maka akan terkonsentrasi dan berinteraksi di dalam saluran kelenjar ginjal saat pengisian urin, lalu akan mengkristal berupa kristal kuning dimana memblok dan merusak sel kelenjar ginjal yang akhirnya menutup saluran ginjal sehingga menyebabkan malfungsi ginjal (WHO/FAO, 2008).
Dikutip oleh Bidang Informasi Keracunan (2013), masuknya melamin pada pangan, selain dikarenakan faktor kesengajaan juga dapat disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan. Penggunakan melamin untuk kemasan pangan yang kontak langsung dengan pangan dapat menyebabkan bermigrasinya melamin pada pangan. Beberapa negara telah menetapkan batas maksimum kandungan melamin pada pangan terkait migrasi kemasan pangan yang terbuat dari melamin ke dalam pangan. Batas migrasi melamin yang ditetapkan oleh negara-negara di Eropa untuk kemasan pangan yang kontak langsung dengan pangan adalah 30 mg/kg pangan.
Menurut pengajar pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung  (ITB), Bambang Ariwahjoedi PhD, M.Sc, melamin berpotensi menghasilkan monomer beracun yang disebut formaldehid (formalin). Selain berfungsi sebagai bahan pengawet, formaldehid juga digunakan untuk bahan baku melamin. Menurut Ariwahjoedi, melamin merupakan suatu polimer, yaitu hasil persenyawaan kimia (polimerisasi) antara monomer formaldehid dan fenol. Apabila kedua monomer itu bergabung, maka sifat toxic dari formaldehid akan hilang karena telah terlebur menjadi satu senyawa, yakni melamin. Formaldehid dalam senyawa melamin dapat muncul kembali karena adanya perisiwa yang dinamakan depolimerisasi (degradasi). Dalam peristiwa itu partikel-partikel formaldehid kembali muncul sebagai monomer dan otomatis menghasilkan racun.
Permasalahannya, dalam polimerisasi yang kurang sempurna dapat terjadi residu, yaitu sisa monomer formaldehid atau fenol yang tidak bersenyawa sehingga terjebak di dalam materi melamin. Sisa monomer formaldehid inilah yang berbahaya bagi kesehatan apabila masuk dalam tubuh manusia. Dalam system produksi melamin yang tidak terkontrol, bahan formaldehid yang digunakan cenderung tidak sebanding dengan jumlah fenol, maka kerap terjadi residu. Ini bukan berarti proses produksi yang sudah menerapkan well controlled dan tidak menghasilkan residu terbebas dari potensi mengeluarkan racun.
2.      Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kontaminasi Melamin dalam Pangan
Orang banyak yang memakai barang-barang berbahan plastik  untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk tempat makan maupun tempat minum, baik itu panas maupun dingin padahal pada barang-barang plastik kadang berbahan dasar melamin. Menurut penelitian Nisma, dkk (2010) bahan dasar melamin tidaklah berbahaya tetapi apabila terjadi depolimerisasi melamin menjadi formaldehid yang akan membahayakan tubuh hal ini dapat disebabkan paparan panas, sinar ultraviolet, gesekan dan tergerusnya permukaan melamin hingga partikel formaldehid terlepas.
Suhu yang tinggi dapat menyebabkan depolimerisasi melamin menjadi formaldehid. Hal ini diperjelas oleh penelitian Nisma, dkk (2010) yang melakukan percobaan merendam mangkuk berbahan dasar melamin dengan suhu tertentu. Sampel uji yang digunakan dalam penelitian adalah mangkok melaminyang dibeli di pasar Senen, Jakarta Pusat. Mangkok melamin yang dibeli tediri dari 3 merek dan berdasarkan merek tersebut analisa formalin pada mangkok melamin dikelompokkan. Adapun hasil pengukuran kadar formaldehid pada perendaman mangkok melamin utuh dengan air panas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Formaldehid pada Melamin Utuh
dengan Air Panas Mendidih.

Jika dilihat dari tabel di atas didapatkan bahwa semua sampel yang diperiksa memiliki kadar formaldehid yang bervariasi. Kadar formaldehida pada mangkuk bentuk utuh yang paling besar terdapat pada sampel C, dan kadar formaldehida yang paling kecil terdapat pada sampel B. Semua sampel melebihi kadar yang diperbolehkan yaitu 30 mg/Kg makanan.
Berdasarkan data penelitian Nisma, dkk (2010) didapatkan informasi bahwa suhu air perendaman sangat mempengaruhi pelepasan formaldehida yang tidak terpolimerisasidalam mangkok melamin dimana semakin tinggi suhu air rendaman makaakan semakin tinggi pula pelepasan formaldehida dari sampel dan semakinlama sampel direndam dengan air panas, maka akan semakin besar pula formaldehid yang terlepas Hasil yang diperoleh dari beberapa perlakuan adalah perlakuan dengan perendaman dengan air panas (mendidih) diperoleh penurunan kadar paling tinggi, maka dapat dikatakan perolehan penurunan kadar formalin adalah perendaman contoh dengan air panas (mendidih) selama 60 menit. Ini mungkin terjadi karena sifat formalin yang mempunyai titik didih 96°C dan akibat polimerisasi yang kurang sempurna antara melamin dan formaldehida dapat menyebabkan adanya residu formaldehida. Selain itu, formaldehidadalam peralatan makan maupun peralatan minum yang tebuat dari bahan melamin dapat kembali muncul karena depolimerisasi yang bisa disebabkan oleh panas dan sinar ultraviolet.
Selain suhu gesekan pada permukaan produk yang berbahan dasar melamin juga akan melepaskan partikel formaldehid. Hal ini juga diperjelas dengan penelitian Nisma, dkk (2010) yang melakukan percobaan dengan menguji mangkuk yang digores sehingga ada serbuk yang digunakan untuk uji kandungan formaldehid. Adapun hasil pengukuran kadar formaldehid pada mangkuk melamin serbuk dengan air panas mendidih dapat dilihat pada tabel dibawah ini.






Tabel 2. Kadar Formaldehide pada mangkuk melaamin serbuk dengan air panass mendidih

Berdasarkan tabel di atas dalam bentuk serbuk, dapat dikatakan bahwa kadar formaldehida terbesar terdapat pada sampel C, dan kadar terkecil terdapat pada sampel A. Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa melamin dalam bentuk serbuk lebih banyak melepaskan kandungan formaldehida daripada dalam bentuk utuh, hal ini menyatakan bahwa menghaluskan atau menyerbukkan mangkok melamin akan mematahkan atau dapat memutuskan ikatan depolimerisasi formaldehid dengan fenol dalam melamin. Sehingga wadah makanan atau minuman berbahan melamin yang tergores atau pecah permukaannya akan membebaskan formaldehid lebih banyak, sehingga kita harus berhati-hati dalam menggunakan wadah berbahan melamin dan kalau bisa tidak digunakan untuk menaruh atau menyimpan makanan dalam keadaan panas, karena formaldehid yang dibebaskan akan masuk kemakanan yang akan dapat membahayakan kesehatan.
Badan POM RI melakukan penelitian dengan sampling peralatan makan “melamin” di sejumlah pasar grosir dan pasar modern/mal di DKI Jakarta. Peralatan makan yang disampling terdiri dari gelas, mangkok, piring, dan sendok. Berdasarkan pengujian laboratorium ditemukan setengahnya (30 dari 62) sampel peralatan makan “melamin”yang melepaskan formaldehid.






 Diagram 1. Hasil Pengujian Sampel Peralatan Makanan

Lepasnya formaldehid dari ikatan dengan melamin maupun urea dapat terjadi karena terpapar sinar matahari atau cahaya UV maupun akibat gesekan pada permukaan peralatan makan “melamin” (Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan POM RI, 2009).

3.      Dampak Kontaminasi Melamin bagi Kesehatan Manusia
Sebagian masyarakat yang sudah mengetahui cara penggunaan kemasan atau peralatan makan melamin yang benar yaitu tidak meletakkannya dalam oven atau microwave, tidak digunakan untuk menyajikan makanan atau minuman panas dan asam. Akan tetapi itu hanya dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat saja. Sebagian besar masyarakat lainnya tidak sadar akan hal tersebut, sehingga tanpa diketahui sejak dini muncul efek paparan bahan melamin yang sudah akut yaitu terjadinya gangguan kesehatan kronis, seperti gangguan fungsi ginjal, kanker, dan lain-lain.  Oleh karena itu efek jangka pendek seringkali tidak diketahui oleh masyarakat. Efek samping baru terlihat setelah jangka panjang dan berulang karena akumulasi dalam tubuh.
Gejala yang diamati akibat kontaminasi melamin yaitu  terdapat darah di urine, produksi urine yang sedikit, atau sama sekali tidak dihasilkan, tanda-tanda infeksi ginjal, dan tekanan darah tinggi. Melamin memang tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh. Asupan melamin murni yang tinggi, mengakibatkan inflamasi kandung kemih dan pembentukan batu kandung kemih.
Sedangkan apabila residu yang tertumpuk dalam tubuh manusia tersebut merupakan residu formaldehide maka efek yang dapat langsung terlihat dalam jangka waktu pendek yaitu gejala awal berupa reaksi-reaksi alergi, mual, muntah, sakit perut, pusing, mata kemerahan dan mata berair, dan timbul rasa terbakar. Hal ini dikarenakan sifat korosif formaldehide terhadap mukosa saluran cerna lambung. (Widyaningsih, 2006).
Jika kandungan dalam tubuh tinggi, formaldehide akan bereaksi dengan semua zat di dalam sel sehingga akan menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh. Jika terpapar terus menerus dapat mengakibatkan kerusakan pada hati, ginjal dan jantung, iritasi lambung, gangguan fungsi otak dan sumsum tulang belakang, bahkan menyebabkan kanker nasofaring Formaldehide merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker (Widodo, 2006).

4.      Cara Mencegah Keracunan Akibat Melamin
Bidang Informasi Keracunan (2013) Pencegahan Keracunan akibat Melamin, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah risiko mengalami keracunan pangan akibat kontaminasi melamin, yaitu:
a.         Memeriksa label produk pangan yang akan dibeli dan dikonsumsi. Jika tidak yakin terdaftar, dapat menghubungiUnit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan POM atau mengakses website Badan POM www.pom.go.id
b.         Menggunakan kemasan pangan yang terbuat dari melamin secara bijak, misalnya dengan tidak digunakan untuk mengemas pangan yang bersifat asam atau untuk pangan yang akan dipanaskan.
c.         Jika akan menggunakan melamin sebagai kemasan pangan, maka menggunakanlah melamin yang food grade. Keamanan kemasan pangan, termasuk melamin dapat dikenali dari logo atau tulisan yang tertera, misalnya , tulisan ‘aman untuk makanan’ atau food safe / for food use / food grade.




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dari makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Gejala kesehatan yang ditimbulkan akibat penggunaan kemasan pangan berbahan melamin adalahterdapat darah di urine, produksi urine yang sedikit, atau sama sekali tidak dihasilkan, tanda-tanda infeksi ginjal, dan tekanan darah tinggi.
2.      Dampak jangka pendek yang dapat terjadi  reaksi-reaksi alergi, mual, muntah, sakit perut, pusing, mata kemerahan dan mata berair, dan timbul rasa terbakar. Sedangkan  dampak jangka panjangpenggunaan kemasan melamin bagi kesehatan adalah gangguan fungsi ginjal, inflamasi kandung kemih, pembentukan batu kandung kemih, kanker, kerusakan sistem reproduksi, iritasi lambung, gangguan fungsi otak dan sumsum tulang belakang, bahkan menyebabkan kanker nasofaring.
3.      Cara meminimalisir dampak penggunaan kemasan berbahan  melamin adalah memeriksa apakah peralatan makan yang digunakan terdaftar atau tidak dalam BPOM, menggunakan secara bijak yaitu pada suhu yang sesuai, menggunakan hati-hati agar tidak tergores dan termakan, serta meggunakan produk yang food grade.


B.     SARAN
Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menyarankan antara lain:
1. Masyarakat lebih bijak dalam memilih bahan peralatan makanan sehari-hari. Sebaiknya memilih bahan yang lebih ramah lingkungan dan menggunakan dengan bijak juga.
2. Menggunakan peralatan makan berbahan melamin secara bijak. Misalnya memasukkan makan pada wadah berbahan melamin pada suhu yang sesuai atau tidak menaruhnya dalam micowave.



DAFTAR PUSTAKA

Bidang Informasi Keracunan. 2013. Bahaya Keracunan Melamin yang Terkandung dalam Pangan. Info POM-Vol. 14 No. 4 Juli-Agustus 2013

Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Badan POM RI. 2009. Peralatan Makan Melamin. Vol. II. Jakarta: Badan POM RI

Jonathan, et al. 2008. GC-MS Screen for the Presence of  Melamine, Ammeline, and Cyanuric Acid. Laboratory Information Bulletin (LIB). No. 4423. Vol. 24. U. S Food and Drug Administration

Mangisi, R. 2009. Optimasi dan Validasi Metode Penetapan Melamin dalam Pakan Ternak dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). Skripsi UI. Depok: Departemen Kimia FMIPA UI

Nisma, Fatimah, dkk. 2010. Pengaruh Suhu dan Waktu Perendaman Terhadap Pengurangan Kadar Formaldehide dalam Wadah Peralatan Makan melamin Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS.Jurnal. Jakarta: FMIPA UHAMKA

Widodo, J. 2006. Pengaruh Formalin Bagi Sistem Tubuh. Diakses pada hari Sabtu, 21 Maret 2015 pukul 8:17 WIB melalui http://www.puterakumbara.org.id

Widyaningsih, T. D. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Penerbit Trubus Agrisarana

World Health Organization. 2008. Melamine and Cyanuric Acid: Toxicity. Preliminary Risk Assassment and Guidance on Levels in Food



Tidak ada komentar:

Posting Komentar